Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah diterbitkan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mempercepat pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah guna optimalisasi kemanfaatan anggaran belanja pemerintah, dan mengatur Pengadaan Barang/Jasa Desa.
Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang Pengadaan
Barang Jasa Pemerintah merupakan Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Dasar hukum ditetapkan Peraturan Presiden
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang /Jasa
Pemerintah adalah sebagai berikut
1.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
3.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
4.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 63);
Pasal
I
Beberapa
ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 63)
diubah sebagai berikut:
1.
Ketentuan angka l , angka l 8b, angka 20, angka 35, angka 38, angka 40, angka
45, angka 46, angka 49, angka 50, dan angka 51 Pasal 1 diubah, di antara angka
5 dan angka 6 disisipkan 2 (dua) angka yakni angka Sa dan angka Sb, di antara
angka 18b dan angka 19 disisipkan 2 (dua) angka yakni angka 18c dan angka 18d,
di antara angka 40 dan angka 41 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 40a, di
antara angka 46 dan angka 47 disisipkan 2 (dua) angka yakni angka 46a dan angka
46b, serta ketentuan angka 54 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
1
Dalam
Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa
adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian / Lembaga/ Perangkat
Daerah / lnstitusi Lainnya / Pemerintah Desa yang dibiayai oleh APBN/ APBD/APB
Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima
hasil pekerjaan .
2.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat
pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan .
3.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna
anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
4.
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah.
5.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonomi
5a.
Institusi Lainnya adalah institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD selain
Kernenterian / Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Pemerintah Desa/ badan usaha milik
negara/ badan usaha milik daerah/ badan usaha milik desa.
5b.
Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan na.ma lain dibantu
perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.
6.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat
LKPP adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan
kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kernenterian Negara/ Lembaga/ Perangkat Daerah .
8.
Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA
adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian
kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/
Lembaga yang bersangkutan .
9.
Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA
adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan
pengguna anggaran dala.m melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat
Daerah.
10.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang
diberi kewenangan oleh PA/ KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan
tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/ anggaran
belanja daerah.
10a.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat
pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa
kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
11.
Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja
di Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan
Barang/Jasa.
12.
Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber
daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan
Penyedia.
13.
Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/ pejabat fungsional/ personel
yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/ atau
E-purchasing .
14.
Dihapus.
15.
Dihapus.
16.
Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau
seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh
Kementerian / Lembaga/ Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan .
17.
Penyelenggara Swakelola adalah tim yang menyelenggarakan kegiatan secara
Swakelola.
18.
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil
Negara dan Non Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah .
18a.
Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas,
tanggung jawab , wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
18b.Personel
selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya
disebut Personel Lainnya adalah prajurit Tentara Nasional Indonesia/ anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia/Aparatur Sipil Negara pada Kementerian /
Lembaga yang dikecualikan memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yang diberi
tugas. tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
18c.
Sertifikat Kompetensi adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari proses penetapan
dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber daya pengelola
fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara sistematis dan objektif
melalui uji kompetensi atau pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang
ditetapkan.
18d
. Sertifikat Kompetensi PPK adalah tanda atau bukti keterangan tertulis dari
proses penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai
PPK yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau
pelatihan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan .
19.
Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar
rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian / Lembaga
/ Pcrangkat Daerah.
20.
Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa pemerintah .
21.
Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi
informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
22.
. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah
aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi,
dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
Pemerintah.
23.
Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang sclanjutnya disebut Swakelola
adalah cara memperoleh Barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian /
Lembaga/ Perangkat Daerah, Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain,
organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat .
24.
. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi
yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
25.
Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/ APBD.
26.
Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh Barang/jasa yang
disediakan oleh Petalcu Usaha.
27.
Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/
atau kegiatan pada bidang tertentu.
28.
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku
Usaha yang menyediakan Barang/jasa berdasarkan Kontrak.
29.
Ba.rang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak
maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau
dirnanfaatkan oleh pengguna Barang.
29a.
Prociuk adalah Barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha.
30.
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran , dan pembangunan
kembali suatu bangunan .
31.
Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian
tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
32.
Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan,
metodologi khusus, dan/ atau keterampilan dalarn suatu sistem tata kelola yang
telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
33.
Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga
Barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak
langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai.
34.
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah
secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang
berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi
dan/ atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik
kesimpulan ilrniah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/ atau
teknologi.
35.
Pembelian secara Elektronik dari Pelaku Usaha atau Pelaksana Swakelola yang
selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian / memperoleh
Barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
36.
Tender adalah metode pcmilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya.
37.
Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi .
38.
Pengadaan Barang/Jasa Internasional adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai
oleh APBN / APBD termasuk yang sumber pendanaannya baik sebagian atau
seluruhnya melalui pinjaman luar negeri/ hibah luar negeri yang terbuka bagi
Pelaku Usaha nasional dan Pelaku Usaha asing.
39.
Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/
Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi /Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
40.
Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200
.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
40a.
Pengadaan Langsung Pekerjaan Konstruksi adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi yang bernilai paling banyak Rp400
.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
41.
Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan
Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus
juta rupiah) .
42.
E-reuerse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.
43.
Dokumen Pemilihan adalah dokumcn yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan / Pejabat
Pengadaan /Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus
ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
44.
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah
perjanjian tertulis antara PA/ KPA/ PPK dengan Penyedia atau pelaksana
Swakelola .
45.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi
dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
46.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
mengenai kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
kecil, dan menengah .
46a.
Produk Dalam Negeri adalah Barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan
perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi
dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja
warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang
seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
46b.
Produk Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang dan jasa termasuk teknologi yang
telah menerapkan prinsip pelestarian, perlindungan, dan pengelolaan lingkungan
hidup.
47.
Dihapus .
48.
Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang
dikeluarkan oleh Bank Umum / Perusahaan Penjaminan / Perusahaan Asuransi/
lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan,
penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor
Indonesia.
49.
Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan /
Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian
/ Lembaga/ Perangkat Daerah/ Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.
50.
Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk
mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good
corporate governance tidak hanya untuk Kementerian / Lembaga/ Perangkat Daerah/
Institusi Lainnya / Pemerintah Desa sebagai penggunanya tetapi juga untuk
masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan
sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya .
51.
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan
menggabungkan kebutuhan Barang/jasa untuk mendapatkan basil yang efektif dan
efisien .
52.
Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak
dalam Kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang
ditentukan dalarn Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
53.
Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.
54.
Dihapus.
2.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2:
Ruang lingkup pemberlakuan
Peraturan Presiden ini meliputi:
a.
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga / Perangkat Daerah/
lnstitusi Lainnya/ Pemerintah Desa yang menggunakan anggaran belanja yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN / APBD/ APB Desa;
b.
Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN / APBD/ APB
Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/ atau
hibah dalam negeri; dan/ atau
c.
Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN /APBD
sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian
atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
3.
Ketentuan huruf d dan huruf h Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 5: Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
a.
meningkatkan kualitas peren canaan Pengadaan Barang/Jasa;
b.
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan , terbuka, dan
kompetitif;
c.
memperkuat kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
d.
mengembangkan Lokapasar (£-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa;
e.
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik ;
f.
mendorong penggunaan Barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia;
g.
memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan usaha menengah;
h.
mendorong pelaksanaan Penelitian dan industri kreatif serta memanfaatkan basil
invensi dan inovasi/ hasil Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
i.
melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan .
4.
Ketentuan huruf b, huruf d, dan huruf f ayat (2) Pasal 7 diubah, sehingga Pasal
7 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
7
(1)
Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai
berikut:
a.
melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai
sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b.
bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang
menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan
Barang/Jasa;
c.
tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
persaingan usaha tidak sehat;
d.
menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
e.
menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan
usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f.
menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
g.
menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/ atau kolusi; dan
h.
tidak menerima, tidak menawarkan , atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun
yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, dalam hal:
a.
direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap
sebagai direksi, dewan komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang
mengikuti Tender/ Seleksi yang sama;
b.
konsultan perencana/ pengawas dalam Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Lainnya yang direncanakannya / diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan
pengadaan pekerjaan terintegrasi;
c.
konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
d.
pengurus / manajer koperasi merangkap sebagai PPK/ Pokja Pemilihan/ Pejabat
Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian / Lembaga/
Perangkat Daerah / lnstitusi Lainnya;
e.
PPK/ Pokja Pemilihan/ Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung
mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/ atau
f.
beberapa badan usaha yang mengikuti TenderI Seleksi yang sama yang memenuhi
kriteria Pemilik Manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme.
5.
Ketentuan ayat (1) Pasal 9 ditambahkan 1 (satu) huruf yakni huruf f2 dan
ketentuan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 9 Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang PBJ (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah)
(1)
PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
a.
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
b.
mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah
ditetapkan;
c.
menetapkan perencanaan pengadaan; d. menetapkan dan mengumumkan RUP;
e.
melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
f.
menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/ Seleksi ulang gagal;
fl.
menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam;
f2.
menyesuaikan prosedur/ tata cara/ tahapan, metode , jenis Kontrak, dan/ atau
bentuk Kontrak pada proses pengadaan dengan pertim bangan untuk mengisi
kekosongan hukum dan/ atau mengatasi stagnasi pemerintahan guna kemanfaatan dan
kepentingan umum;
g.
menetapkan PPK;
h.
menetapkan Pejabat Pengadaan ;
i.
dihapus;
j
. menetapkan Penyelenggara Swakelola; k. menetapkan tim teknis;
l.
menetapkan tim juri/ tim ahli untuk pelaksanaan melalui sayembara / kontes;
k.
menyatakan Tender gagal/ Seleksi gagal;
l.
menetapkan pemenang pemilihan / Penyedia untuk metode pemilihan :
m.
Tender/ Penunjukan Langsung/ E- purchasing untuk paket Pengadaan Barang/
Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di
atas Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
n.
Seleksi/ Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan
nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2)
PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f2 kepada KPA.
6.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 10 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (6), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
10
(1)
KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
melaksanakan pendelegasian sesuai pelimpahan dari PA.
(2)
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab
sanggah banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi .
(3)
KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang terkait dengan:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja ; dan/ atau
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan .
(4)
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
KPA pada Pengadaan Barang/Jasa dapat melaksanakan tugas PPK.
(6)
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki pengetahuan tentang
pengadaan ha.rang dan jasa serta PPK.
7.
Ketentuan ayat ( 1) huruf i Pasal 11 diubah, di antara ayat ( 1) dan ayat (3)
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), dan ditarnbahkan 2 (dua) ayat yakni
ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
11
(1)
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c
memiliki tugas:
a.
menyusun perencanaan pengadaan;
b.
melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
c.
menetapkan spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja;
d.
menetapkan rancangan Kontrak;
e.
menetapkan HPS;
f.
menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
g.
mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
h.
melaksanakan £-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200 .000.000,00
(dua ratus juta rupiah);
i.
menginput e-Kontrak dan Kontrak ;
J.
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
k.
melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
l.
menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita
acara penyerahan ;
m.
menilai kinerja Penyedia;
n.
menetapkan tim pendukung;
o.
menetapkan tim ahli atau tenaga ahli; dan
p.
menetapkan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa .
(2)
Selain melaksanakan tugas sebagairnana dimaksud pada ayat ( 1), PPK
melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:
a.
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
b.
mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran
belanja yang telah ditetapkan .
(2a)
PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memiliki Sertifikat
Kompetensi PPK sesuai dengan tipologinya.
(3)
Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan
anggaran belanja dari APBD, PA/ KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas
PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m.
(4)
PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
memenuhi persyaratan kompetensi PPK.
(5)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi pemenuhan PPK
ber Sertifikat Kompetensi PPK sesuai tipologinya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2a).
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompctensi PPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(2a) dan rencana aksi pemenuhan PPK ber-Sertifikat Kompetensi PPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur bersama sama oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri, dan Kepala Lembaga.
8.
Ketentuan huruf a ayat (1) Pasal 13diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 13
(1)
Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf e memiliki tugas:
a.
melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali Pengadaan
Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung;
b.
dihapus; dan
c.
menetapkan pemenang pemilihan / Penyedia untuk metode pemilihan:
1.
Tender/ Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Lainnya dcngan nilai pagu anggaran paling banyak Rp l00.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah); dan
2.
Seleksi/ Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai
pagu anggaran paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga)
orang.
(3)
Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota
Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang
berjumlah gasal.
(4)
Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli.
9.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal
14
(1)
Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan
Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis
mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan atau PPK.
(3)
Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
peraturan
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala
Lembaga.
10.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 19 diubah, dan di antara ayat (1) dan
ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat ( la}, sehingga Pasal 19 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal
19
(1)
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja Barang/jasa menggunakan
:
a.
Produk Dalam Negeri;
b.
Produk bersertifikat Standar Nasional Indonesia;
c.
Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam
negeri; dan
d.
Produk Ramah Lingkungan Hidup.
d.a
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja Barang/jasa
menggunakan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
menyesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri sebagaimana tercantum dalam
daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian .
(2)
Dalam penyusunan spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja dimungkinkan
penyebutan merek terhadap:
a.
komponen Barang/jasa;
b.
suku cadang;
c.
bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau d. Barang/jasa dalam katalog
elektronik .
(3)
Pemenuhan penggunaan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan
sepanjang tersedia.
(4)
Prociuk Ramah Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf d,
menggunakan Barang dan jasa yang bcrlabel ramah lingkungan hidup.
11.
Ketentuan Pasal 20 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 20
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
20
(1)
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:
a.
keluaran atau hasil;
b.
volume Barang/jasa;
c.
ketersediaan Barang/jasa;
d.
kemampuan Pelaku Usaha; dan/ atau
e.
ketersediaan anggaran belanja .
(2)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
a.
menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar
di beberapa lokasi/ daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat
efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/ daerah masing masing;
b.
menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya
harus dipisahkan;
c.
menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya
seharusnya dilakukan oleh Usaha Kecil; dan/ atau
d.
memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari
Tender/ Seleksi.
(3)
Dalarn melakukan pemaketan Pengadaan Barang/jasa, PPK wajib mengalokasikan
paling sedikit 40% (empat puluh persen) nilai anggaran belanja Barang/jasa
untuk menggunakan Prociuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil
produksi dalarn negeri.
12.
Di antara Pasal 20 dan Pasal 21 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 20A dan
Pasal 208 sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
20A
Strategi
pemaketan untuk Pekerjaan Konstruksi dapat berupa penyediaan sumber daya oleh
pemilik pekerjaan (supplied by ownery .
Pasal
20 B
(1)
Penyediaan sumber daya untuk Pekerjaan Konstruksi dapat disediakan oleh pemilik
pekerjaan meliputi:
a.
bahan baku, material, dan Barang sudah terstandar ;
b.
bahan baku, material, dan Barang untuk mendukung bangunan permanen;
c.
bahan baku, material, dan Barang untuk 1(satu) paket atau beberapa paket
Pekerjaan Konstruksi ;
d.
peralatan untuk menunjang Konstruksi; dan/ atau Pekerjaan
e.
Barang dan jasa dalam Pekerjaan Konstruksi yang ditangani oleh Penyedia jasa
spesialis.
(2)
Penyediaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat dilakukan
dengan:
a.
E-purchasing; dan/ atau
b.
pemesanan berdasarkan Kontrak payung.
13.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
(1)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan
pengadaan , dan/ atau persiapan pemilihan Penyedia pada Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia.
(2)
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/ atau
UKPBJ .
(3)
Kepala LKPP melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional dan dapat
menyerahkan tugas dan kewenangan kepada menteri / kepala lembaga.
14.
Ketentuan ayat (5) dan ayat (7) Pasal 26 diubah, serta ayat (8) dihapus,
sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
26
(1)
HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat
dipertanggungjawabkan .
(2)
Nilai HPS bersifat tidak rahasia.
(3)
Rincian HPS bersifat rahasia.
(4)
Dihapus.
(5)
HPS digunakan sebagai:
a.
alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/ atau kewajaran harga satuan;
b.
dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya;
c.
penentuan besaran jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan sanggah
banding;
d.
penentuan batasan persyaratan personel manajerial dan peralatan utama dalam
Pekerjaan Konstruksi; dan
e.
penentuan penerbit jaminan .
(6)
HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara.
(7)
Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan pagu anggaran
paling banyak Rpl0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing dengan nilai
paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Tender pekerjaan
terintegrasi.
(8)
Dihapus.
15.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (8), ayat (9), dan ayat
(11) Pasal 27 diubah, di antara ayat (9) dan ayat (10) disisipkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (9a), dan di antara ayat (10) dan ayat (11) disisipkan 1(satu) ayat
yakni ayat ( lOa), sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut
Pasal
27
(1)
Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas:
a.
lumsum;
b.
harga satuan;
c.
gabungan lumsum dan harga satuan;
d.
Kontrak payung;
e.
biaya plus imbalan ; dan
f.
Kontrak berbasis kinerja .
(2)
Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas:
a.
lumsum;
b.
harga satuan;
c.
gabungan lumsum dan harga satuan; d. putar kunci;
e.
biaya plus imbalan;
f.
modifikasi putar kunci;
g.
Kontrak payung; dan
h.
Kontrak berbasis kinerja.
(3)
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas:
a.
lumsum;
b.
waktu penugasan;
c.
Kontrak payung; dan
d.
Kontrak berbasis kinerja.
(4)
Jenis Kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi terdiri atas:
a.
lumsum;
b.
putar kunci;
c.
modifikasi putar kunci; dan d. Kontrak berbasis kinerja.
(5)
Kontrak lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat
(4)
huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang
pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
risiko ditanggung oleh Penyedia;
b.
berorientasi kepada keluaran; dan
c.
pembayaran didasarkan pada tahapan Produk/ keluaran yang dihasilkan sesuai
dengan Kontrak .
(6)
Kontrak harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( l) huruf b dan ayat (2)
huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan
spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas
waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak
ditandatangani;
b.
pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan
; dan
c.
nilai akhir Kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
(7)
Kontrak gabungan lumsum dan harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan
Konstruksi /Jasa Lainnya gabungan lumsum dan harga satuan dalam 1 (satu)
pekerjaan yang diperjanjikan.
(8)
Kontrak payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf g,
dan ayat (3) huruf c dapat berupa Kontrak harga satuan dalam periode waktu
tertentu untuk :
a.
Barang/jasa yang dibutuhkan oleh beberapa PPK untuk Kementerian / Lembaga/
Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya;
b.
Barang/jasa yang dibutuhkan secara berulang; dan/ atau
c.
Barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/ atau waktu
pengirirnan/waktu pelaksanaan pada saat Kontrak ditandatangani.
(9)
Kontrak putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (4)
huruf b merupakan suatu perjanjian mengenai pernbangunan suatu proyek dalam hal
Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai
terrnasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap
dioperasikan atau dihuni.
(9a)
Kontrak modifikasi putar kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan
ayat (4) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit memuat :
a.
jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
b.
pembayaran dapat dilakukan secara bertahap setelah Pekerjaan Konstruksi selesai
termasuk pemasangan semua perlengkapan sehingga siap dioperasikan atau
dimanfaatkan sesuai kesepakatan dalam Kontrak.
(10)
Kontrak biaya plus imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat
(2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/
Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat
dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan
dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap.
(10a)
Kontrak berbasis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, ayat (2)
huruf h, ayat (3) huruf d, dan ayat (4) huruf d merupakan Kontrak atas
dicapainya suatu tingkat pelayanan tertentu ;
(11)
Kontrak berdasarkan waktu penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum
bisa didefinisikan dengan rinci dan/ atau waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan.
(12)
Kontrak tahun jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani
lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dapat berupa :
a.
pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua betas) bulan;
b.
pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran; atau
c.
pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran.
16.
Ketentuan huruf e ayat (1) diubah, ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 28
diubah, serta di antara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat yakni
ayat (6a), sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
28
(1)
Bentuk Kontrak terdiri atas:
a.
bukti pembelian / pembayaran ;
b.
kuitansi;
c.
surat perintah kerja;
d.
surat perjanjian; dan
e.
surat/ bukti pesanan.
(2)
Bukti pembelian / pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa La.innya dengan nilai paling banyak Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3)
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak RpS0.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(4)
Surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk
Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus
juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) , dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan
nilai paling banyak Rp400 .000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
5)
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf d digunakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan
nilai paling sedikit di atas Rp400 .000.000,00 (empat ratus juta rupiah), dan
untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rpl00
.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(6)
Surat/ bukti pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing.
(6a)
Dalam hal Kontrak menggunakan Kontrak lumsum, bentuk Kontrak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan rincian dokumen pendukung kontrak .
(7)
Ketentuan mengenai bukti pendukung untuk masing masing bentuk Kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau sesuai
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
17.
Ketentuan ayat (2) Pasal 29 diubah, sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
29
(1)
Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan .
(2)
Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a.
paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan koperasi untuk nilai Kontrak antara RpS0 .000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus ju ta rupiah);
b.
paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai Kontrak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua rniliar Hrna ratus ju
ta rupiah);
c.
paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan koperasi dengan nilai kontrak lebih dari Rp2 .500.000.000,00
(dua rniliar Hrna ratus juta rupiah) sarnpai dengan RplS.000 .000.000,00 (Hrna
belas rniliar rupiah);
d.
paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai Kontrak untuk non-Usaha Mikro
dan Usaha Kecil dan Penyedia Jasa Konsultansi ; atau
e.
paling tinggi 15% (lirna belas persen) dari nilai Kontrak untuk Kontrak tahun
jamak .
(3)
Pernberian uang rnuka dicanturnkan pada rancangan Kontrak yang terdapat dalam
Dokumen Pernilihan .
18.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (2a) Pasal 30 diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal
30
(1)
Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a.
jarninan penawaran ;
b.
jarninan sanggah banding;
c.
jaminan pelaksanaan;
d.
jaminan uang rnuka; dan
e.
jaminan perneliharaan .
(2)
Jaminan penawaran sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf a untuk pengadaan
Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(2a)
Jarninan sanggah banding sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) huruf b untuk
pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pekerjaan terintegrasi.
(3)
Jaminan sebagairnana dirnaksud pada ayat ( 1) dapat berupa bank garansi atau
surety bond.
(4)
Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:
a.
tidak bersyarat;
b.
mudah dicairkan; dan
c.
harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan / PPK/ Pihak yang diberi
kuasa oleh Pokja Pemilihan / PPK diterima.
(5)
Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan jaminan penawaran, jaminan sanggah
banding, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan.
(6)
Jaminan dari bank umum, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, lembaga keuangan
khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi
untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat
digunakan untuk semua jenis Jaminan .
(7)
Perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang
menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk
mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) merupakan perusahaan penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan
pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan .
19.
Ketentuan ayat (2) huruf b Pasal 33 dihapus, sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
33
(1)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c
diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya
dengan nilai paling sedikit di atas Rp200 .000.000,00 (dua ratus juta rupiah) .
(2)
Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan , dalam
hal:
a.
Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia dikuasai oleh pengguna ; atau
b.
dihapus.
(3)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan sebagai berikut:
a.
untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100%
(seratus persen) dari nilai HPS, jaminan pelaksanaan sebcsar 5% (lima persen)
dari nilai Kontrak; atau
b.
untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS,
jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai HPS.
(4)
Besaran nilai jaminan pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi sebagai berikut:
a.
untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100%
(seratus persen) dari nilai pagu anggaran, jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima
persen) dari nilai Kontrak; atau
b.
untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai pagu
anggaran, jarninan pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai pagu
anggaran.
(5)
Jarninan pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.
20.
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 38 diubah, serta ditambahkan 1
(satu) ayat yakni ayat (8), sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
38
(1)
Metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri
atas:
a.
E-purchasing;
b.
Pengadaan Langsung;
c.
Penunjukan Langsung;
d.
Tender cepat; dan
e.
Tender.
(2)
E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk
Barang/ Pekerjaan Konstruksi /Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog
elektronik.
(3)
Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan
untuk:
a.
Barang/Jasa Lainnya yang bemilai paling banyak Rp200 .000.000,00 (dua ratus
juta rupiah); dan
b.
Pekerjaan Konstruksi yang bemilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
(4)
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu .
(5)
Kriteria Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a.
pelaksanaan program prioritas pemerintah, bantuan pemerintah, dan/ atau bantuan
Presiden berdasarkan arahan Presiden;
b.
penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak yang dihadiri oleh Presiden/
Wakil Presiden;
c.
Barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara meliputi intelijen, perlindungan
saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil
Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/ kepala
pemerintahan, atau Barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d.
Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi
dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara
keseluruhan tidak dapat direncanakan / diperhitungkan sebelumnya;
e.
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1
(satu) Pelaku Usaha yang mampu;
f.
pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan
kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka
menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan
peningkatan ketahanan pangan;
g.
pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang
bersangkutan;
h.
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat
dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari
pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang Tender untuk mendapatkan
izin dari Pemerintah;
i.
Barang/ Pekerjaan Konstruksi /Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang
mengalami kegagalan;
J
. pemilihan Penyedia untuk melanjutkan Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Lainnya dalam hal terjadi pemutusan Kontrak; atau
k.
permintaan berulang ( repeat order) untuk Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang sama.
(6)
Tender cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam hal
Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam sistem informasi kinerja Penyedia untuk
pengadaan yang:
a.
spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; atau
b.
dimungkinkan dapat menyebutkan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf b dan huruf c.
(7)
Tender sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak
dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
huruf a sampai dengan huruf d.
(8)
Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode
pemilihan Penyedia melalui Pengadaan Langsung dengan nilai paling sedikit di
atas RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Penunjukan Langsung, Tender
cepat, dan Tender wajib menggunakan aplikasi sistem pengadaan secara elektronik
dengan fitur transaksional .
21.
Ketentuan ayat (2) Pasal 39 diubah, sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39 Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang PBJ (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah)
(1)
Metode evaluasi Barang/ Pekerjaan dilakukan dengan:
a.
sistem nilai; penawaran Konstruksi /Jasa Penyedia Lainnya
b.
penilaian biaya selama umur ekonomis; atau
c.
harga terendah .
(2)
Metode evaluasi sistem nilai digunakan untuk Pengadaan Barang, Jasa Lainnya,
atau pekerjaan terintegrasi yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga.
(3)
Metode evaluasi penilaian biaya selama umur ekonomis digunakan untuk Pengadaan
Barang yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional,
biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu .
(4)
Metode evaluasi harga terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di
antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis.
22.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 41 diubah, dan
ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7), sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
41
(1)
Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas:
a.
E-purchasing;
b.
Pengadaan Langsung;
c.
Penunjukan Langsung; dan d. Seleksi.
(2)
E-purchasing sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk
Pengadaan Jasa Konsultansi perorangan atau badan usaha yang sudah tercantum
dalam katalog elektronik .
(3)
Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan
untuk Jasa Konsultansi yang bemilai sarnpai dengan paling banyak
Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) .
(4)
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c dilaksanakan
untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu .
(5)
Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) meliputi:
a.
Jasa Konsultansi dalam rangka pelaksanaan program prioritas pemerintah, bantuan
pemerintah , dan/ atau bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden;
b.
Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang
mampu;
c.
Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta
yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta;
d.
Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/ advokasi atau pengadaan
arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/ atau
tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/ atau
pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda;
e.
Jasa Konsultansi Konstruksi lanjutan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi
dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara
keseluruhan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan
sebelumnya;
f.
permintaan berulang ( repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama;
g.
Jasa Konsultansi yang telah dilakukan Seleksi ulang mengalami kegagalan ;
h.
pemilihan Penyedia untuk melanjutkan Jasa Konsultansi dalam hal terjadi
pemutusan Kontrak;
i.
Jasa Konsultansi yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan ; atau
j.
jasa ahli dewan sengketa konstruksi.
(6)
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf d dilaksanakan untuk Jasa
Konsultansi bemilai paling sedikit di atas Rpl00 .000.000,00 (seratus juta rupiah).
(7)
Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konsultansi dengan metode pemilihan Penyedia melalui
Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, clan Seleksi wajib menggunakan
aplikasi sistem pengadaan secara elektronik dengan fitur transaksional.
23.
Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4 lA
sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
41A
(1)
Arahan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38
ayat (5) huruf a dan Pasal 41 ayat (5) huruf a dituangkan dalam risalah rapat,
memorandum, atau dokumen lainnya.
(2)
Menteri atau kepala lembaga selaku PA:
a.
membuat dokumen tertulis yang menyatakan bahwa program prioritas pemerintah,
bantuan pemerintah, dan/ atau bantuan Presiden merupakan arahan Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.
menetapkan penggunaan metode Penunjukan Langsung berdasarkan analisis PA.
(3)
Menteri atau kepala lembaga menyampaikan dokumen tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesekretariatan negara untuk mendapatkan konfinnasi.
(4)
Dalam hal arahan Presiden dalam risalah rapat, memorandum, atau dokumen lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) telah memuat arahan penggunaan metode
pemilihan Penyedia dengan Penunjukan Langsung, menteri atau kepala lembaga
selaku PA sesuai dengan kewenangannya dapat langsung menggunakan metode
Penunjukan Langsung.
24.
Ketentuan ayat (3) Pasal 44 ditambahkan 1 (satu) huruf yakni huruf c, ketentuan
huruf c ayat (5) dihapus, serta di antara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 1
(satu) ayat yakni ayat (8a), sehingga Pasall 44 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
44
(1)
Kualifikasi merupakan evaluasi kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan
persyaratan sebagai Penyedia.
(2)
Kualifikasi dilakukan dengan pascakualifikasi atau prakualifikasi .
(3)
Pascakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut :
a.
Tender Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk pengadaan yang bersifat
tidak kompleks;
b.
Seleksi Jasa Konsultansi perorangan ; atau
c.
Penunjukan Langsung Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi / Jasa Konsultansi
badan usaha/Jasa Konsultansi perorangan /Jasa Lainnya.
(4)
Kualifikasi pada pascakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan evaluasi penawaran dengan menggunakan metode
sistem gugur.
(5)
Prakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut :
a.
Tender Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk pengadaan yang bersifat
kompleks; atau
b.
Seleksi Jasa Konsultansi badan usaha.
c.
Dihapus.
(6)
KuaJifikasi pada prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
sebelum pemasukan penawaran dengan menggunakan metode:
a.
sistem gugur untuk Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau
b.
sistem pembobotan dengan ambang batas untuk Penyedia Jasa Konsultansi.
(7)
Hasil prakuaJifikasi menghasilkan :
a.
daftar peserta Tender Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau
b.
daftar pendek peserta Seleksi Jasa Konsultansi.
(8)
Dalam haJ Pelaku Usaha telah terkuaJifikasi dalam sistem informasi kinerja
Penyedia, tidak diperlukan pembuktian kualifikasi.
(8a)
Persyaratan kualifikasi paling sedikit meliputi kinerja Penyedia .
(9)
Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif
dan tidak objektif.
(10)
Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat kompleks sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a adaJah Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, menggunakan peralatan
yang didesain khusus, dan/ atau sulit mendefinisikan secara teknis bagaimana
cara memenuhi kebutuhan dan tujuan Pengadaan Barang/Jasa.
25.
Ketentuan ayat (2) Pasal 47 diubah serta ditambahkan 5 (lima) ayat yakni ayat
(6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat ( 10), sehingga Pasal 47 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal
47
(1)
Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
PA/ KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian / Lembaga/ Perangkat Daerah lain
dan/ atau tenaga ahli;
b.
penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah
Tim Pelaksana ; dan
c.
dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan
sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
(2)
Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
PA/ KPA dapat melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian / Lembaga/
Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan
b.
PPK menandatangani Kontrak dengan ketua tim pelaksana Swakelola .
(3)
Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan
pimpinan Ormas.
(4)
Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan
pirnpinan Kelompok Masyarakat .
(5)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe
III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan
Barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia .
(6)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe 1, tipe II, dan tipe III dapat dilakukan
melalui E-purchasing.
(7)
Apabila dalam pelaksanaan Swakelola membutuhkan material/ bahan / alat, maka
wajib menggunakan material / bahan / alat yang merupakan Produk Dalam Negeri
dan/ atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari basil produksi
dalam negeri.
(8)
Pembelian material/ bahan / alat sebagairnana dimaksud pada ayat (7)
dilaksanakan dengan metode E-purchasing.
(9)
Pembelian material / bahan / alat dengan metode E-purchasing sebagaimana
dimaksud pada ayat (8), untuk Swakelola tipe III dan tipe IV dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan Swakelola.
(10)
Pembelian material/ bahan / alat dengan metode E-purchasing pada Swakelola tipe
III dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan paling lambat 1
(satu) tahun setelah Peraturan Presiden ini mulai berlaku .
26.
Ketentuan ayat (5) Pasal 50 diubah, dan di antara ayat (5) dan ayat (6)
disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (Sa), ayat (Sb), dan ayat (Sc) sehingga
Pasal 50 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
50
(1)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/ Seleksi meliputi:
a.
pelaksanaan kualifikasi;
b.
pengumuman dan/ atau undangan;
c.
pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pemilihan;
d.
pemberian penjelasan ;
e.
penyampaian dokumen penawaran;
f.
evaluasi dokumen penawaran ;
g.
penetapan dan pengumuman pemenang; dan h. sanggah.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan sanggah
banding.
(3)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa
Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan
biaya setelah masa sanggah selesai.
(4)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender cepat dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
peserta telah terkualifikasi dalam sistem informasi kinerja Penyedia;
b.
peserta menyampaikan penawaran harga;
c.
evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan
d.
penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah .
(5)
Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Barang/jasa
apabila tersedia dalam katalog elektronik .
(5a)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat
(S)> dalam hal:
a.
tidak dapat memenuhi kebutuhan dari aspek volume> spesifikasi teknis>
waktu> lokasi> dan/atau layanan; atau
b.
berdasarkan pertimbangan lebih efisien dan/ atau efektif jika dilaksanakan
dengan metode selain E-purchasing.
(5b)
Pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat
(Sa) dilakukan berdasarkan penilaian PPK.
(5c)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian kewajiban pelaksanaan £-purchasing
sebagaimana dimaksud pada ayat (Sa) dan ayat (Sb) diatur dalam Peraturan Kepala
Lembaga.
(6)
Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku
Usaha yang dipilih > dengan disertai negosiasi teknis maupun harga.
(7)
Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut :
a.
pembelian / pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa
Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau
b.
permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis
dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan surat
perintah kerja.
(8)
Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan .
(9)
Untuk Barang/jasa yang Kontrak-nya harus ditandatangani pada awal tahun,
pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
a.
penetapan pagu Kementerian / Lembaga; atau anggaran
b.
persetujuan rencana kerja dan anggaran Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan .
(10)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP
diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi sistem informasi RUP.
(11)
Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode E-reverse Auction.
27.
Ketentuan ayat (2), ayat (3) , ayat (5), dan ayat (6) Pasal 51 diubah, di
antara huruf a dan huruf b ayat (7) disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf al ,
serta di antara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (8a),
sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
51
(1)
Prakualifikasi gagal dalam hal:
a.
setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan
dokumen kualifikasi; atau
b.
jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta.
(2)
Tender/ Seleksi gagal dalam hal:
a.
terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;
b.
tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian
waktu perpanjangan;
c.
tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran ;
d.
ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Presiden ini;
e.
seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/ atau nepotisme ;
f.
seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan / persaingan usaha tidak
sehat;
g.
seluruh penawaran harga Tender Barang/ Pekerjaan Konstruksi /Jasa Lainnya di
atas HPS;
h.
negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai;
i.
Pokja Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/ atau nepotisme; dan/
atau
J.
alokasi anggaran dalam dokumen anggaran yang telah disahkan. tidak tersedia
dalam daftar isian pelaksanaan anggaran/ dokumen pelaksanaan anggaran tahun
anggaran untuk pengadaan yang mendahului persetujuan rencana kerja dan anggaran
Kementerian / Lembaga oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau rencana kerja dan
anggaran Perangkat Daerah oleh dewan perwakilan rakyat daerah.
(3)
Tender cepat gagal dalam hal:
a.
tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen
penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
b.
pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data
kualifikasi;
c.
ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Presiden ini;
d.
seluruh peserta terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
e.
seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/ persaingan usaha tidak
sehat; dan/atau
f.
Pokja Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/ atau nepotisme.
(4)
Prakualifikasi gagal sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dan Tender/ Seleksi
gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h
dinyatakan oleh Pokja Pemilihan .
(5)
Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dan huruf j
dinyatakan oleh PA/ KPA.
(6)
Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan :
a.
setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses
Tender/ Seleksi dilanjutkan; atau
b.
setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta ,
dilanjutkan seperti proses Penunjukan Langsung .
(7)
Tindak lanjut dari Tender/ Seleksi gaga!sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pokja Pemilihan segera melakukan :
a.
evaluasi ulang;
al.
penyampaian penawaran ulang; atau
b.
Tender/ Seleksi ulang.
(8)
Evaluasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal
ditemukan kesalahan evaluasi penawaran .
(8a)
Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a 1,
dilakukan dalam hal Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d pada Tender dengan Prakualifikasi atau Seleksi Jasa Konsultansi badan
usaha.
(9)
Tender/ Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan
untuk Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai
dengan huruf i.
(10)
Dalam hal Tender/ Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja
Pemilihan dengan persetujuan PA/ KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan
kriteria:
a.
kebutuhan tidak dapat ditunda; dan
b.
tidak cukup waktu untuk melaksanakan TenderI Seleksi.
(11)
Tindak lanjut dari Tender cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ,
Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender cepat dan melakukan
Tender cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur
dalam Pasal 38 ayat ( 1).
28.
Ketentuan Pasal 52 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 52
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
52
(1)
Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:
a.
penetapan surat penunjukan Penyedia Barang/jasa;
b.
penandatanganan Kontrak ;
c.
pemberian uang muka;
d.
pembayaran prestasi pekerjaan ;
e.
perubahan Kontrak;
f.
penyesuaian harga;
g.
penghentian Kontrak atau berakhirnya Kontrak; h. pemutusan Kontrak;
i.
serah terima hasil pekerjaan; dan/ atau
j
. penanganan Keadaan Kahar.
(2)
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan
Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia
anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja
yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN / APBD .
(3)
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan membutuhkan material/ bahan/ alat, maka
wajib menggunakan material/ bahan/alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/
atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi
dalam negeri sesuai yang tercantum dalam dokumen penawaran .
29.
Ketentuan Pasal 54 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 54
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
54
(1)
Dalam hat terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan
dengan gambar dan/ atau spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja yang
ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan
Kontrak, yang meliputi:
a.
menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalarn Kontrak;
b.
menambah dan/ atau mengurangi jenis kegiatan;
c.
mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/ atau
d.
mengubah jadwal pelaksanaan.
(2)
Dalam hal perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
penambahan nilai Kontrak, perubahan Kontrak dilaksanakan dengan ketentuan
penambahan nilai Kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga
yang tercantum dalam Kontrak awal.
(3)
Dalam hal perubahan Kontrak disebabkan adanya keadaan darurat, maka ketentuan
penambahan nilai Kontrak akhir dapat melebihi 10% (sepuluh persen) berdasarkan
persetujuan dari PA.
30.
Ketentuan huruf e ayat (2) Pasal 59 diubah, sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
59
(1)
Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk keselamatan/ perlindungan masyarakat
atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/ atau luar negeri
yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera.
(2)
Keadaan darurat meliputi:
a.
bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial;
b.
pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan;
c.
kerusakan sarana/ prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik;
d.
bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik
dan keamanan di luar negeri, dan/ atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing
yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara
Indonesia di luar negeri; dan/ atau
e.
pemberian bantuan kemanusiaan kepada daerah di Indonesia atau negara lain yang
terkena bencana .
(3)
Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
(4)
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke
pemulihan .
(5)
Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK
menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi
untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
(6)
Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi
permanen , dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu
keadaan darurat.
(7)
Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian
pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.
31.
Di antara ayat ( 1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat ( la)
serta ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
61
(1)
Dikecualikan dari ketentuan dalarn Peraturan Presiden ini:
a.
Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum / badan layanan umum daerah;
b.
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan
secara luas kepada masyarakat ;
c.
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah
mapan; dan/ atau
d.
Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
(la)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk kewajiban
penggunaan Produk Dalarn Negeri dan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi.
(2)
Pengadaan Barang/Jasa pada badan layanan umum/ badan layanan umum daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf a diatur tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan .
(2a)
Dalam hal badan layanan umum / badan layanan umum daerah belum memiliki
peraturan Pengadaan Barang/Jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
pada badan layanan umum / badan layanan umum daerah berpedoman pada Peraturan
Presiden ini.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalarn Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d diatur dalam Peraturan
Kepala Lembaga.
32.
Judul Bagian Kelima pada BAB VIII PENGADAAN KHUSUS diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Bagian
Kelima
Pengadaan
Barang/Jasa Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri
33.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat
(8) Pasal 63 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu)
ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
63
(1)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat dilaksanakan untuk :
a.
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas
Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b.
Pengadaan Barang/Jasa •Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
RpS0.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
c.
Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau
d.
Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh lembaga penjamin kredit ekspor atau
kreditor swasta asing.
(2)
Dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi
persyaratan, Pengadaan Barang/Jasa Internasional dilaksanakan untuk nilai
kurang dari batasan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c.
(2a)
Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan ketentuan mengena 1:
a.
alih teknologi/ pengetahuan;
b.
penggunaan tenaga ahli/ tenaga teknis nasional; dan/ atau
c.
penggunaan Barang/jasa lain dari dalam negeri.
(3)
Sadan usaha asing yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa lntemasional sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha
nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.
(4)
Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri meliputi namun tidak
terbatas pada pembuatan suku cadang dan/ atau pelaksanaan pelayanan pumajual .
(5)
Pengadaan Barang/Jasa lnternasional diumumkan dalam situs web Kementerian /
Lembaga/ Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional.
(6)
Dokumen Pemilihan melalui Pengadaan Barang/Jasa lntemasional paling sedikit
ditulis dalam 2 (dua) bahasa , yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa lnggris.
(7)
Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), dokumen yang her-Bahasa Indonesia dijadikan acuan.
(8)
Pembayaran Kontrak melalui Pengadaan Barang/Jasa lnternasional dapat
menggunakan mata uang Rupiah dan/ atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan .
34.
Ketentuan ayat (1) Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
64
(1)
Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman
luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar
negeri atau perjanjian hibah luar negeri atau turunan perjanjian/dokumen lain
yang berkaitan dengan perjanjian sebagai bagian dari persyaratan pinjaman luar
negeri atau hibah luar negeri serta ketentuan asal ( country of origin) Barang
dan jasa .
(2)
Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari
pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian
pmJaman luar negeri (advance procurement).
(3)
Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat
dikonsultasikan kepada LKPP.
35.
Setelah Bagian Kelima pada BAB VIII PENGADAAN KHUSUS ditambahkan 1 (satu) judul
bagian, yakni Bagian Keenam sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian
Keenam Pengadaan Barang/Jasa Desa
36.
Di antara Pasal 64 dan Pasal 65 disisipkan 3 (tiga) Pasal yakni Pasal 64A,
Pasal 648, dan Pasal 64C sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
64A
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilaksanakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
desa sesuai dengan kewenangan desa.
(2)
Kewenangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) mengutamakan Penyedia di desa
setempat dan penggunaan material yang ada di desa.
Pasal
648
(1)
Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Swakelola dengan pemberdayaan
masyarakat desa.
(2)
Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa desa tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan
melalui Penyedia dengan ketentuan:
a.
Penyedia merupakan Penyedia Barang/jasa di desa setempat;
b.
dalarn hal Penyedia Barang/jasa di desa setempat tidak tersedia, maka dapat
dilakukan melalui Penyedia Barang/jasa di desa sekitar dalam kabupaten / kota
yang sama; atau
c.
dalarn hal Penyedia Barang/Jasa di desa sekitar tidak tersedia maka dapat
dilakukan melalui Penyedia lainnya.
(3)
Pengadaan Barang/Jasa desa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil
produksi dalarn negeri.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui metode
E-purchasing.
(5)
Dalam hal metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dapat
dilaksanakan, Pengadaan Barang/Jasa desa dapat dilakukan dengan metode
pemilihan lainnya untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan
Presiden ini mulai berlaku.
Pasal
64C
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengadaan Barang/Jasa desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64A dan Pasal 648 diatur dengan peraturan bupati /wali kota dengan
mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(2)
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai tujuan,
kebijakan , prinsip, etika, pelaku, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan
pengadaan , surnber daya manusia dan kelernbagaan, serta pembinaan dan
pengawasan.
37.
Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
65
(1)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya wajib menggunakan
Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam
negeri.
(2)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari nilai anggaran belanja Barang/jasa Kementerian / Lembaga /
Pemerintah Daerah / Institusi Lainnya.
(3)
Paket pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya dengan nilai pagu
anggaran sampai dengan Rpl5.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
diperuntukkan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(4)
Nilai pagu anggaran pengadaan sebagairnana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan
untuk paket pekerjaan yang menuntut kemarnpuan teknis yang tidak dapat dipenuhi
oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(5)
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan
usaha kecil dan Pemerintah Daerah memperluas peran serta Usaha Mikro dan Usaha
Kecil serta koperasi dengan mencantumkan Barang/jasa produksi Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi dalarn katalog elektronik.
(6)
Penyedia usaha non-Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang melaksanakan
pekerjaan melakukan kerja sarna usaha dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi dalam bentuk kemitraan , subkontrak, atau bentuk kerja sa.ma lainnya,
jika ada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi yang memiliki kemarnpuan di
bidang yang bersangkutan .
(7)
Kerja sama dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan.
38.
Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
66
(1)
Kementerian/ Lembaga / Perangkat Daerah / Institusi Lainnya wajib menggunakan
Produk Dalam Negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional .
(2)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Produk industri dilakukan dengan ketentuan :
a.
menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam
negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) apabila terdapat Produk Dalam
Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah
nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh persen);
b.
dalam hal Produk Dalarn Negeri yang memiliki penjumlahan nilai tingkat komponen
dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling sedikit 40% (empat puluh
persen) sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak tersedia atau volume tidak
mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri yang memiliki nilai
tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);
c.
dalam hal Prociuk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk
Dalam Negeri yang memiliki nilai tingkat komponen dalam negeri kurang dari 25%
(dua puluh lima persen); atau
d.
dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan
Produk Dalam Negeri yang telah• tercantum dalam sistem informasi industri
nasional.
(3)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Prociuk non-industri, menggunakan Prociuk Dalam Negeri yang dinyatakan
oleh Pelaku Usaha (self declare).
(4)
Dalam hal Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, dapat menggunakan Prociuk
impor.
(5)
Ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan
industri dalam negeri.
(6)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian
menyediakan informasi terkait kemampuan industri dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (5).
(7)
Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, maka
penggunaan Prociuk impor dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri
/ kepala lembaga/ kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri/ kepala
lembaga/ kepala daerah .
(8)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dapat
menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada industri
tertentu di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(9)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jasa konstruksi
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perindustrian untuk menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen
dalam negen pada jasa konstruksi.
(10)
) Nilai tingkat komponen dalam negeri dan bobot manfaat perusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengacu pada daftar inventarisasi Barang/jasa produksi
dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.
(11)
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, pers1apan pengadaan, dan pemilihan
Penyedia.
(12)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi
teknis/ kerangka acuan kerja, dan/ atau Dokumen Pemilihan.
39.
Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
67
(1)
) Preferensi harga merupakan nilai penyesuaian harga terhadap harga penawaran dalam
proses harga evaluasi akhir dalam Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan
metode Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi :
a.
dengan nilai HPS paling sedikit di atas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah);
b.
dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) untuk pekerjaan terintegrasi; atau
c.
dengan nilai pagu paket pengadaan paling sedikit di atas Rpl.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) untuk E-purchasing dengan metode mini kompetisi.
(3)
Preferensi harga diberikan pada Pengadaan Barang/Jasa Lainnya melalui metode
Tender atau E-purchasing dengan metode mini kompetisi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
preferensi harga Barang/Jasa Lainnya diberikan paling tinggi 25% (dua puluh
lima persen);
b.
preferensi diberikan terhadap Barang/Jasa Lainnya yang memiliki tingkat
komponen dalam negeri paling rendah 25% (dua puluh lima persen);
c.
penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau
kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir; dan
d.
dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi
akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri
lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(4)
Preferensi harga diberikan pada Pekerjaan Konstruksi melalui metode Tender
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
diberikan pada penawaran dari peserta pemilihan terhadap komitmen untuk
memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ;
b.
komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan minimum nilai tingkat komponen dalam
negeri hanya pada komponen Barang;
c.
preferensi harga diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) terhadap
komitrnen tingkat komponen dalam negeri yang lebih besar atau sama dengan
batasan minimum nilai tingkat komponen dalam negeri;
d.
penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah hasil evaluasi akhir atau
kombinasi nilai teknis dan nilai harga hasil evaluasi akhir untuk Pekerjaan
Konstruksi terintegrasi; dan
e.
dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai hasil evaluasi
akhir terendah yang sama, penawaran dengan nilai tingkat komponen dalam negeri
lebih besar ditetapkan sebagai pemenang.
(5)
Hasil evaluasi akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan. ayat (4)
huruf d dihitung dengan rumus sebagai berikut :
HEA
• (1 - KP) x HP
dengan:
-
HEA merupakan hasil evaluasi akhir
-
KP merupakan koefisien preferensi
KP
= tingkat komponen dalam negeri x preferensi tertinggi
HP
merupakan harga penawaran setelah koreksi aritmatik.
(6)
Untuk Pekerjaan Konstruksi pada Pengadaa Barang/ Jasa Internasional, diberikan preferensi
harga
a.
sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) kepada badan usaha nasional di atas harga
penawaran terendah dari badan usaha asing; dan
b.
tambahan 5% (lima persen) kepada badan usaha nasional yang melakukan konsorsium
dengan badan usaha asing dengan persyaratan leadfinn. merupakan badan usaha
nasional.
40.
Ketentuan ayat (2) Pasal 68 diubah dan di antara ayat (2) dan ayat (3)
disisipkan 5 (lima) ayat yakni ayat (2a}, ayat (2b}, ayat (2c}, ayat (2d}, dan
ayat (2e}, sehingga Pasal 68 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
68
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan .
(2)
Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek
lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/ atau aspek institusional.
(2a)
Aspek lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a.
meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas udara,
kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ; dan
b.
dituangkan dalam spesifikasi teknis dengan menggunakan Produk Ramah Lingkungan
Hidup atau kriteria teknis yang mempertimbangkan aspek lingkungan .
(2b)
Aspek sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kepastian kondisi
kerja yang adil, tidak mempekerjakan anak, pemberdayaan komunitas/ usaha lokal,
kesetaraan dan keberagaman , remunerasi / upah, serta jaminan kesehatan dan
keselamatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
(2c)
Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penerapan /
pencapaian value for money, pemberdayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi, dan pemberdayaan Produk Dalam Negeri .
(2d)
Aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
meliputi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), etika
bisnis, dan persaingan usaha yang sehat.
(2e)
Pemenuhan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/ atau aspek
institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), dan
ayat (2d) dituangkan dalam dokumen pengadaan.
(3)
Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:
a.
PA/ KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;
b.
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/ kerangka acuan kerja dan rancangan
Kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan
c.
Pokja Pemilihan / Pejabat Pengadaan/ Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen
Pemilihan.
41.
Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
70
(1)
Ruang lingkup sistem pengadaan secara elektronik terdiri atas:
a.
perencanaan pengadaan;
b.
persiapan pengadaan ;
c.
pemilihan Penyedia;
d.
pelaksanaan Kontrak;
e.
serah terima pekerjaan ;
f.
pengelolaan Penyedia; dan
g.
katalog elektronik.
(2)
Sistem pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran , pembayaran ,
manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan sistem pengadaan secara
elektronik.
(3)
Sistem pendukung sistem pengadaan secara elektronik meliputi:
a.
portal pengadaan nasional;
b.
pengelolaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
c.
pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukurn;
d.
pengelolaan peran serta masyarakat;
e.
pengelolaan sumber daya pembelajaran; dan
f.
monitoring dan evaluasi.
42.
Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
71
(1)
Pengadaan Barang/Jasa secara dilaksanakan dengan memanfaatkan elektronik
Lokapasar (E-marketplace).
(2)
Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur
teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian / Lembaga/ Pemerintah
Daerah dan Penyedia berupa katalog elektronik .
(3)
LKPP mengembangkan , membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan Lokapasar
( E-marketplace) Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan
Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan Kementerian / Lembaga/ Pemerintah
Daerah/ Institusi Lainnya, asosiasi/ perkumpulan, dan/ atau Pelaku Usaha.
43.
Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
72
(1)
Katalog elektronik merupakan platform elektronik yang memuat informasi
Barang/jasa, harga, Penyedia atau pelaksana Swakelola, dan/ atau informasi lainnya.
(2)
Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh LKPP atau Kementerian /
Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya .
(3)
Dalam pengelolaan katalog elektronik, Kementerian / Lembaga teknis dapat
menilai dan memberikan rekomendasi penghentian dalam sistem transaksi
E-purchasing terhadap Produk impor yang memiliki substitusi Prociuk Dalam
Negeri .
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik diatur dalam
Peraturan Kepala Lembaga.
44.
Pasal 72A dihapus.
45.
Di antara Pasal 72A dan Pasal 73 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 728
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
72B
(1)
Katalog elektronik dapat digunakan oleh instansi/ institusi/ Pelaku Usaha/
Kelompok Masyarakat/ orang perorangan di luar Kementerian / Lembaga/ Pemerintah
Daerah/ Pemerintah Desa.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan katalog elektronik oleh instansi/
institusi/ Pelaku Usaha/ Kelompok Masyarakat di luar Kementerian / Lembaga/
Pemerintah Daerah/ Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Kepala Lembaga.
46.
Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 73 diubah, sehingga Pasal 73 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal
73
(1)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi Layanan
Pengadaan Secara Elektronik .
(2)
Fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a.
pengelolaan seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan
infrastrukturnya;
b.
pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan
Barang/Jasa; dan
c.
pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan .
(3)
LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi sistem
pengadaan secara elektronik dan sistem pendukung.
(4)
LKPP melalrukan pembinaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi Layanan Pengadaan Secara Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
47.
Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 74 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat
(4a), sehingga Pasal 74 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
74
(1)
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a.
sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa;
b.
sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa; dan
c.
sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kernenterian / Lembaga/ Pemerintah Daerah.
(3)
Sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan
perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai
keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4a)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan sumber daya perancang kebijakan dan sistem Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b wajib memiliki
kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(5)
Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
.
48.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) Pasal 74A
diubah, ketentuan ayat (9) dihapus, di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan
1 (satu) ayat yakni ayat (Sa), serta ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (10)
dan ayat (11), sehingga Pasal 74A berbunyi sebagai berikut:
Pasal
74A
(1)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a.
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;
b.
Personel Lainnya; dan
c.
Aparatur Sipil Negara selain huruf a dan huruf b.
(2)
Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan
.
(3)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/
atau PPK, membantu tugas PA/ KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan
serah terirna, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog
elektronik , dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan
Barang/Jasa.
(4)
Persyaratan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa memiliki kompetensi PPK diatur
dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
(5)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian /
Lembaga dalam hal:
a.
sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit
Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
atau
b.
sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh pegawai
Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala LKPP.
Dalam
hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan Pengadaan
Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat ( l)
huruf b.
(5)
Personel Lainnya dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/ atau PPK,
membantu tugas PA/ KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah
terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog
elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan
Barang/Jasa.
(6)
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki Sertifikat
Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki
sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/ level-1.
(8)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berkedudukan di UKPBJ .
(9)
Dihapus.
(10)
Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah memprioritaskan dan mengoptimalkan
penugasan Pengelola Pengadaan 8arang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan / Pejabat
Pengadaan .
(11)
Sumber daya pengelola fungsi Pengadaan 8arang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan penghargaan dan pengakuan sebagai sumber daya pengelola
fungsi Pengadaan 8arang/Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
49.
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 748 diubah serta di antara
ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b},
sehingga Pasal 74B berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74B Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang PBJ (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah)
(1)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola
Pengadaan 8arang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan
8arang/Jasa.
(2)
Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan 8arang/Jasa di lingkungan Kementerian /
Lembaga/ Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan
Pengelola Pengadaan 8arang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
a.
pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan :
1.
Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang
kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan 8arang/Jasa; dan
2.
anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan
oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/atau
sertifikat keahlian tingkat dasar/ level- 1 di bidang Pengadaan 8arang/Jasa.
b.
pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara yang memiliki
Sertifikat Kompetensi dan/ atau sertifikat keahlian tingkat dasar/ level- 1 di
bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3)
Dalam hal Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola
Pengadaan
Barang/Jasa,
sampai tersedianya Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan rencana aksi
pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ,
pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan / Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:
a.
Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi dan/ atau sertifikat
keahlian tingkat dasar/ level- I di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/ atau b.
Agen Pengadaan .
(3a)
Kementerian / Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat (5) menyusun rencana
aksi pemenuhan Personel Lainnya.
(3b)
Dalam hal jumlah Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi pada
Kementerian / Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh
Personel Lainnya belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3a), maka:
a.
pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan :
1.
Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya 1
(satu) Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi; dan
2.
Anggota Pokja Pemilihan dilaksanakan oleh Personel Lainnya yang memiliki
sertifikat keahlian tingkat dasar/ level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
b.
pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Personel
Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi, dilakukan oleh Personel Lainnya
yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar/ level-1 di bidang Pengadaan
Barang/Jasa.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa dan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dan ayat (3a) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
50.
Ketentuan ayat (1), ayat (5), dan ayat (7) Pasal 75 diubah, di antara ayat (1)
dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat ( la) dan ayat ( lb), di antara
ayat (3a) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3b), serta
ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (8), sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
75
(1)
Menteri/ kepala lembaga/ kepala daerah membentuk
1
(satu) UKPBJ yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan Pengadaan
Barang/Jasa pada Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah .
(
la) Kementerian / Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah
atau luar negeri dapat membentuk satuan pelaksana di bawah UKPBJ sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan .
(
lb) Kementerian / Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat ( la) melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/Jasa
pada satuan pelaksana yang dibentuk oleh kementerian yang membidangi urusan
luar negeri.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dirnaksud pada ayat ( 1), UKPBJ
memiliki fungsi:
a.
pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa;
b.
pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik;
c.
pembinaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa dan kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa;
d.
pelaksanaan pendampingan, konsulta si, dan/ atau bimbingan teknis; dan
e.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/ kepala lembaga/ kepala
daerah.
(3)
UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3a)
Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi
teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3b)
Tugas, fungsi, dan bentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) ditetapkan dalam peraturan tentang organisasi dan tata kerja
Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah .
(4)
Fungsi pengelolaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah.
(5)
Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
a.
Kementerian / Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ ; atau
b.
Lembaga yang berdasarkan rentang kendali membutuhkan lebih dari 1 (satu) UKPBJ
.
(6) UKPBJ Kementerian / Lembaga / Pemerintah
melaksanakan peningkatan kapabilitas melalui model kematangan UKPBJ untuk pusat
keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UKPBJ di Kementerian / Lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), kriteria pengecualian pembentukan UKPBJ
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas
UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ
melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam
Peraturan Kepala Lembaga .
51.
Di antara Pasal 76 dan Pasal 77 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 76A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
76A
Dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan dan penggunaan anggaran
dalam pelaksanaan program prioritas pemerintah, bantuan pemerintah, dan/ atau
bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (5) huruf a dan Pasal 41 ayat (5) huruf a, lembaga yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/
daerah dan pembangunan nasional melakukan pengawasan, menyampaikan rekomendasi
perbaikan , dan/ atau mengoordinasikan dan melaksanakan sinergi dengan APIP
Kementerian / Lembaga.
52.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (5) Pasal 77 diubah, dan di antara ayat (1) dan
ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat ( la), sehingga Pasal 77 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal
77
(1)
Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual,
kredibel, dan autentik.
(1a)
Dalam hal terdapat laporan dan/ atau pengaduan dari masyarakat kepada menteri/
kepala lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota atau kepada Kejaksaan Agung
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau
penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, penyelesaian
dilakukan dengan mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan .
(2)
Aparat penegak hukum yang menerima pengaduan masyarakat berdasarkan tugas dan
fungsinya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait proses
Pengadaan Barang/Jasa wajib meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk
ditindaklanjuti sepanjang bukti awal yang disampaikan termasuk wilayah administrasi
dan/ atau perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
(3)
APIP sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan
sesuai kewenangannya .
(4)
APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/ kepala lembaga/
kepala daerah.
(5)
Menteri/ kepala lembaga/ kepala daerah melaporkan kepada instansi yang
berwenang , dalam hal diyakini adanya indikasi korupsi, kolusi, dan/ atau
nepotisme yang merugikan keuangan negara.
(6)
Menteri/ kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa.
53.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 78 diubah, di antara ayat (4) dan ayat
(5) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (4a) dan ayat (4b), serta ketentuan ayat
(5) dihapus, sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
78
(1)
Dalam hal peserta pemilihan:
a.
menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/ tidak benar untuk memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan ;
b.
terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga
penawaran;
c.
terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/ atau nepotisme dalam pemilihan
Penyedia;
d.
menawarkan Produk impor untuk Barang Produk Dalam Negeri dengan kategori self
declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3); atau
e.
mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat
Pengadaan/ Pokja Pemilihan /Agen Pengadaan, peserta pemilihan dikenai
sanksi administratif.
(2)
Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat
diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi
administratif .
(3)
Dalarn hal Penyedia :
a.
tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan , tidak melaksanakan
kewajiban dalarn masa pemeliharaan, atau dilakukan pemutusan Kontrak secara
sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/jasa;
b.
menyebabkan kegagalan bangunan;
c.
menyerahkan jaminan yang tidak dapat dicairkan;
d.
melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan
hasil audit;
e.
menyerahkan Barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak
berdasarkan hasil audit;
f.
terlarnbat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak;
g.
menyerahkan Barang dengan nilai tingkat komponen dalam negeri lebih rendah dari
nilai tingkat komponen dalam negeri yang tertuang dalam Kontrak;
h.
menyerahkan Barang impor untuk Barang yang seharusnya memiliki nilai tingkat
komponen dalam negeri sesuai dengan yang tertuang dalam Kontrak; dan/ atau
i.
menyerahkan Produk impor yang seharusnya Produk Dalarn Negeri sesuai self
declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3),
maka Penyedia dikenai sanksi administratif.
(4)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) dikenakan sanksi administratif berupa:
a.
sanksi digugurkan dalam pemilihan ;
b.
sanksi pencairan jarninan ;
c.
Sanksi Daftar Hitam;
d.
sanksi ganti kerugian; dan/ atau
e.
sanksi denda.
(4a)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4)
dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/ atau pengurus badan usaha.
(4b)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat ( l},
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
(5)
Dihapus.
54.
Ketentuan Pasal 80 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
80
(1)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam proses pencantuman katalog berupa :
a.
tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan ketentuan Penyedia;
b.
menayangkan Produk Dalam Negeri dengan sertifikat tingkat komponen dalam negeri
yang tidak sesuai dengan daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri
yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perindustrian;
c.
menayangkan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai komitmen di bawah batasan minimum
nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/ atau
d.
menayangkan Produk impor sebagai Produk Dalam Negeri, dikenakan
sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan Penyedia dalam E-purchasing sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 ayat (3) dan/ atau tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam
surat/ bukti pesanan dikenakan sanksi administratif .
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) berupa:
a.
pemberian surat peringatan;
b.
penghentian dalam system E-purchasing; atau
c.
penurunan pencantuman Penyedia.
(4)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)
dikenakan pada perorangan, badan usaha, dan/ atau pengurus badan usaha.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ayat
(2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga .
55.
Di antara Pasal 80 dan Pasal 81 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 80A,
sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
80A
(1)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam proses pencantuman
katalog berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam syarat dan
ketentuan pelaksana Swakelola dikenakan sanksi administratif.
(2)
Perbuatan atau tindakan calon pelaksana Swakelola dalam E-purchasing berupa
tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Kontrak Swakelola dikenakan sanksi
administratif.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) berupa:
a.
penghentian dalam
£-purchasing;
atau sistem transaksi
b.
penurunan pencantuman calon pelaksana Swakelola.
(4)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembatalan
sebagai Penyelenggara Swakelola dan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam Kontrak .
56.
Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
81
Dalam
hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf c, UKPBJ dapat melaporkan secara pidana .
57.
Di antara Pasal 81 dan Pasal 82, disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 81A,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
81A
(1)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah / lnstitusi Lainnya diberikan
penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan Prociuk Dalam
Negeri sesuai dengan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh
lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan negara / daerah dan pembangunan nasional.
(2)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi pada Kementerian / Lembaga/
Pemerintah Daerah merupakan bagian dari capaian atas pengelolaan anggaran pada
aspek manfaat berupa kemanfaatan atas penggunaan anggaran terkait dengan
peningkatan penggunaan Prociuk Dalam Negeri.
(3)
Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah / lnstitusi Lainnya yang tidak
memenuhi target penggunaan Prociuk Dalam Negeri dikenakan sanksi administratif
berupa pemberian teguran tertulis .
(4)
Pemberian teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
a.
menteri koordinator / menteri teknis yang memiliki kewenangan pembinaan untuk
Kementerian / Lembaga dan lnstitusi Lainnya; dan
b.
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk Pemerintah
Daerah, berdasarkan indeks kepatuhan Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh
lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional.
(5)
Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan
Prociuk Dalam Negeri sebagairnana dimaksud pada ayat ( 1):
a.
untuk Kementerian / Lembaga/ Pemerintah Daerah, dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b.
untuk Instansi Lainnya, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
peraturan menteri yang memiliki kewenangan pembinaan teknis Institusi Lainnya.
58.
Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 82 disisipkan 1(satu) ayat yakni ayat (
la), dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat
(2a), sehingga Pasal 82 berbunyi sebagai berikut :
Pasal
82
(1)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/ KPA/ PPK/ Pejabat Pengadaan / Pokja
Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
(la)
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/ KPA/ PPK/ Pejabat Pengadaan / Pokja
Pemilihan pada satuan kerja /unit kerja yang bersangkutan yang tidak memen uhi
target persentase anggaran untuk penggunaan Prociuk Dalam Negeri dan/ atau
penggunaan Prociuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
(2)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian / pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan .
(2a)
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( la) berupa
pengurangan terhadap nilai tunjangan kinerja atau terhadap tarnbahan penghasilan
berdasarkan prestasi kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undang an.
(3)
Sanksi hukuman disiplin ringan. sedang. atau berat dikenakan kepada PA/ KPA/
PPK/ Pejabat Pengadaan/ Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas
berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. peradilan umum. atau
peradilan tata usaha negara .
59.
Pasal 86 dihapus.
60.
Di antara Pasal 86 dan Pasal 87 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 86A.
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 86A: Dalam hal
diperlukan penambahan ketentuan dan proses bisnis di luar Peraturan Presiden
ini. Institusi Lainnya dapat mengatur lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Presiden ini.
61.
Ketentuan Pasal 91 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
91
(1)
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.
jenis dan uraian Barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b.
pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 8;
c.
perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
d.
strategi pemaketan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 20A dan Pasal 208;
e.
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
f.
persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan
Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;
g.
persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia Pasal 25; sebagaimana dimaksud
dalam
h.
jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 27;
i.
metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana diimaksud dalarn
Pasal 41 ;
j.
metode evaiuasi penawaran Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi /Jasa Lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalarn Pasal
42;
k.
metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi /Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa
Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
l.
kualifikasi Penyedia sebagai.mana dimaksud dalarn Pasal 44;
m.
jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
n.
Dokumen Pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
o.
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebag.aimana dimaksud dalam
Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;
p.
Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59;
q.
Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 63;
r.
penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66;
s.
harga evaluasi akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67;
t.
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 74;
u.
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82;
v.
Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; dan
w.
layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Lembaga .
(2)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terkait dengan mekanisme
pembayaran , Kepala LKPP berkoordinasi dengan:
a.
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara
untuk APBN; atau
b.
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk APBD.
Pasal
II
1.
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku :
a.
Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan pengadaannya telah
dilakukan sebelum Peraturan Presiden m1 mulai berlaku, dapat dilanjutkan sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini;
b.
Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak;
c.
Pengadaan Barang/Jasa yang sedang dan akan dilaksanakan untuk kegiatan yang
pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri
berdasarkan perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri
dan/ atau turunannya yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,
dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian dan/ atau
turunannya tersebut; dan
d.
Barang dan jasa Produk industri yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha sebagai
Produk Dalam Negeri (self declare) sebelum Peraturan Presiden ini berlaku masih
dapat digunakan dalam Pengadaan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Presiden ini mulai berlaku .
2.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Selengkapnya silahkan download dan
baca
Peraturan Presiden
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang /Jasa
Pemerintah
Link download Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025
Demikian informasi tentang Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang PBJ (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah). Semoga ada manfaatnya
Terima kasih banyak telah berbagai Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang sangat bermanfaat bagi saya sebagai pengelola barang.
BalasHapusHatur nuhun pikeun terus-terusan nyerat tulisan ngeunaan pendidikan. Iraha para Alumni urang 1998 ngumpul ngariung Alumni?
BalasHapus